Setelah Binongko integrasi atau menjadi bagian dari wilayah imperium
Kesultanan Buton pada tahun 1334 M. Atas rekomendasi dari Sultan Buton Ke-VI Mosabuna Yi Kumbewaha (Sultan Gafarul
Wadudu (1632-1645 M)), maka pada tahun 1634 M membentuk suatu perwakilan
pemerintahan Kesultanan Buton di Pulau Binongko dan dikenal dengan sebutan
Kolaki/Lakina Wali yang berpusat di Koncu Patua Wali. Lakina Wali adalah salah
satu jabatan Kesultanan Buton di Pulau Binongko sebagai kepala pemerintahan
adat yang didampingi oleh Bonto Siolimbona sebagai ketua adat, Bonto Wali
sebagai wakil ketua adat, Bonto Popalia sebagai
wakil ketua sesepuh adat di Popalia, Jou Palahidu sebagai wakil ketua sesepuh adat
di Palahidu, dan Pangalasa
sebagai wakil sesepuh adat dalam memimpin sebuah
musyawarah adat. Semua jabatan itu disebut dengan Sara Hu’u (Sara Adat). (La Rabu Mbaru, 2016)
Di
samping Sara Hu’u (Sara Adat) juga
ada Sara Agama (Kasisi Masigi) yang terdiri atas Lakina Agama (Kepala Sara
Agama), Imam Masjid (Pemimpin Shalat sekaligus sebagai Wakil Kepala Sara
Agama), Khatib Masjid (Pembaca Khutbah Sekaligus sebagai Anggota Sara Agama),
dan Modim Masjid juga sebagai Anggota Sara Agama. Gabungan Sara Hu’u dan Sara
Agama disebut Sara Hukumu (Sara
Pemegang Keputusan). Sara Hukumu
adalah lembaga adat yang mempunyai tugas dalam peradilan sara kadie (wilayah) yang memutuskan perkara atau menjatuhkan vonis
bagi pelanggar hukum agama dan hukum sara
adat setelah mendengar pertimbangan hasil musyawarah sara. Semua keputusan sara
hukumu dikukuhkan dengan menyalakan Pajamara
Kampa-mpaa/Kanturuno Wali sebagai Lampu Keputusan Sara. (La Rabu Mbaru, 2016)
Baruga (Tempat Musyawarah Adat Wali) |
berapa orang istri Lakina Wali La Ode Murjani Oputa antara maedani di binongko?
ReplyDelete