Tuesday, August 8, 2017

Sejarah Pemerintahan Lakina Wali (Pemerintahan Adat)

Setelah Binongko integrasi atau menjadi bagian dari wilayah imperium Kesultanan Buton pada tahun 1334 M. Atas rekomendasi dari Sultan Buton Ke-VI Mosabuna Yi Kumbewaha (Sultan Gafarul Wadudu (1632-1645 M)), maka pada tahun 1634 M membentuk suatu perwakilan pemerintahan Kesultanan Buton di Pulau Binongko dan dikenal dengan sebutan Kolaki/Lakina Wali yang berpusat di Koncu Patua Wali. Lakina Wali adalah salah satu jabatan Kesultanan Buton di Pulau Binongko sebagai kepala pemerintahan adat yang didampingi oleh Bonto Siolimbona sebagai ketua adat, Bonto Wali sebagai wakil ketua adat, Bonto Popalia sebagai wakil ketua sesepuh adat di Popalia, Jou Palahidu sebagai wakil ketua sesepuh adat di Palahidu, dan Pangalasa sebagai wakil sesepuh adat dalam memimpin sebuah musyawarah adat. Semua jabatan itu disebut dengan Sara Hu’u (Sara Adat). (La Rabu Mbaru, 2016)

Di samping Sara Hu’u (Sara Adat) juga ada Sara Agama (Kasisi Masigi) yang terdiri atas Lakina Agama (Kepala Sara Agama), Imam Masjid (Pemimpin Shalat sekaligus sebagai Wakil Kepala Sara Agama), Khatib Masjid (Pembaca Khutbah Sekaligus sebagai Anggota Sara Agama), dan Modim Masjid juga sebagai Anggota Sara Agama. Gabungan Sara Hu’u dan Sara Agama disebut Sara Hukumu (Sara Pemegang Keputusan). Sara Hukumu adalah lembaga adat yang mempunyai tugas dalam peradilan sara kadie (wilayah) yang memutuskan perkara atau menjatuhkan vonis bagi pelanggar hukum agama dan hukum sara adat setelah mendengar pertimbangan hasil musyawarah sara. Semua keputusan sara hukumu dikukuhkan dengan menyalakan Pajamara Kampa-mpaa/Kanturuno Wali sebagai Lampu Keputusan Sara. (La Rabu Mbaru, 2016)
Baruga (Tempat Musyawarah Adat Wali)

1 comment:

  1. berapa orang istri Lakina Wali La Ode Murjani Oputa antara maedani di binongko?

    ReplyDelete